TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Sudoyo mengatakan kalung ciptaan Kementerian Pertanian yang diklaim antivirus influenza hingga corona atau Kalung Antivirus Kementan dapat menimbulkan disinformasi di masyarakat. Musababnya, kalung berbahan atsiri alias eucalyptus ini adalah kalung herbal yang fungsinya bukan membunuh virus.
“Klaim seperti antivirus seharusnya tidak dibuat karena akan menyebabkan persepsi yang salah bahwa tanaman herbal dapat membunuh virus,” kata Herawati kepada Tempo, Ahad, 5 Juli 2020.
Herawati menjelaskan, satu senyawa aktif yang terdapat dalam eucalyptol hanya mungkin berperan sebagai penghambat replikasi virus. Namun, eksperimen in silico yang hasilnya keluar pada Maret lalu ini hanya bersifat modeling dan belum pernah dipelajari lebih lanjut.
Di samping itu, kata Herawati, obat ampuh maupun vaksin untuk jenis virus yang menyebabkan Covid-19, yakni Sars Cov-2, hingga kini belum ditemukan oleh ilmuwan dunia. “Kita juga tahu bahwa perlu waktu untuk dapat mencari senyawa aktif kandungan eucalyptus yang dengan uji biakan virus memperlihatkan bahwa virus tidak bereplikasi,” tuturnya.
Dengan begitu, menurut dia, temuan Kementerian Pertanian belum dapat dibuktikan ampuh terhadap Covid-19. Ihwal keterlibatan Eijkman, ia memastikan bahwa lembaganya tidak turut dalam proses penemuan kalung itu.
Kementerian Pertanian sebelumnya mengembangkan kalung yang diklaim mampu membunuh virus influenza hingga virus corona berbahan atsiri alias eucalyptus—bahan untuk membuah minyak kayu putih. Antivirus ini telah dipatenkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry mengatakan banyak negara yang saat ini memang berlomba-lomba menemukan antivirus corona. “Begitu pun di Indonesia. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terus mencoba mencari cara dan menemukan obat untuk mencegah serta menangani virus corona (Covid-19) yang masih mewabah di Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 4 Juli 2020.
Fadjry menerangkan, kalung antivirus tersebut bukan merupakan obat oral maupun vaksin. Namun, ia mengklaim, berdasarkan penelitian, eucalyptol dapat berpotensi mengikat protein Mpro sehingga menghambat replikasi virus.
“Manfaat tersebut dapat terjadi karena 1,8 cineol dari eucalyptus--disebut eucalyptol--dapat berinteraksi dengan transient receptor potential ion chanel yang terletak di saluran pernapasan,” ucapnya.
Ia mengimbuhkan, minyak atsiri eucalyptus pun bisa menjadi antivirus terhadap virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus. "Berdasarkan hasil uji, ternyata eucalyptus sp. bisa membunuh 80-100 persen virus mulai dari avian influenza hingga virus corona. Setelah hasilnya bagus, kami lanjutkan ke penggunaan nanoteknologi agar kualitas produknya lebih baik,” ucapnya.
Penemuan tersebut disimpulkan melalui uji molecular docking dan uji in vitro di Laboratorium Balitbangtan. Ia menjelaskan, laboratorium tempat penelitian eucalyptus telah mengantongi sertifikat level keselamatan biologi atau biosavety level 3 (BSL 3) milik Balai Besar Penelitian Veteriner.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | KODRAT SETIAWAN